BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Berbicara
mengenai topik Kerajaan Allah (h` basilei,a
tou Qeou/)[1] merupakan
sesuatu yang selalu menarik, tetapi sekaligus merupakan sesuatu yang selalu
menantang. Menarik untuk membicarakan
hal ini, oleh karena orang-orang Kristen bergumul dengan tema tersebut dalam
kehidupan mereka. Disebut menantang,
oleh karena tidak mudah untuk memahami tentang tulisan-tulisan Perjanjian Baru
mengenai topik tersebut. Hal ini
mengundang banyak perdebatan pendapat mengenai topik Kerajaan Allah. Eldon Ladd berkata bahwa “Tidak ada
pengajaran lain dalam Perjanjian Baru yang diperdebatkan dengan begitu
bersemangat seperti topik Kerajaan Allah ini.”[2] Jadi, dapat dikatakan bahwa topik Kerajaan
Allah adalah sesuatu yang senantiasa menarik untuk dikaji dan diselidiki.
Georgia
Harkness dalam bukunya Understanding the
Kingdom of God mengatakan bahwa “Jesus
preached the kingdom of God. We preach Jesus. In him and through the power of
his message the kingdom is available to us. But can we preach Jesus or even
understand him without understanding God’s kingly rule, the central note in all
his preaching?[3] Kutipan ini mempertegas tentang sulitnya
untuk mengkhotbahkan Yesus atau memahami Yesus tanpa mengerti Kerajaan Allah sebagai
pusat dari pemberitaan Yesus sendiri. Dengan demikian, maka pemahaman tentang
Kerajaan Allah merupakan sesuatu yang sunguh-sungguh diperlukan.
Kerajaan
Allah merupakan sebuah tema sentral Perjanjian Baru yang tidak selalu mudah
untuk dijelaskan dalam kelas-kelas teologi; bahkan lebih dari pada itu, selalu
menjadi bagian diskusi yang hangat dalam percakapan-percakapan kelas atau pun
di antara para teolog. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa tema ini perlu diperhatikan secara serius dalam studi
Perjanjian Baru, kapan pun dan di mana pun.
Kenyataan ini
mendorong untuk selalu melakukan kajian-kajian mendalam terhadap bagian ini,
sehingga dapat memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan atau rasa ingin tahu
terhadap seluruh bagian yang tercakup dalam lingkup pembicaraan tema Kerajaan
Allah.
Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa pembahasan tentang topik Kerajaan
Allah perlu dilakukan agar dapat menjawab berbagai permasalahan yang muncul
dalam diskusi-diskusi teologi setiap waktu.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis juga ingin mengamati dan
merangkum beberapa hal sebagai pokok masalah yang ingin diteliti dalam paper
ini, antara lain:
Pertama, Apa perbedaan
dan persamaan gagasan tentang "Kerajaan Allah" atau "Kerajaan
Surga" dalam Injil-injil Sinoptik?
Kedua,
Apa saja yang dapat ditemukan tentang Kerajaan Allah dalam aspek Soteriologi, Ekklesiologi, dan
Moral-Etis?
Ketiga,
Apa peran Yesus dalam Kerajaan Allah?
Tujuan Penulisan
Memperhatikan latar belakang
masalah yang telah dipaparkan di atas, maka beberapa tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut:
Pertama, Untuk menemukan
atau mengetahui apakah terdapat perbedaan dan persamaan gagasan tentang
Kerajaan Allah dalam Injil-injil Sinoptik.
Kedua, Untuk mengetahui apa
saja yang termasuk dalam aspek soteriologi, ekklesiologi, dan moral-etis
tentang Kerajaan Allah.
Ketiga, Untuk mengetahui apa
peran Yesus dalam Kerajaan Allah tersebut.
BAB II
TINJAUAN KERAJAAN ALLAH
Apa itu Kerajaan Allah?
Sebelum
membahas lebih jauh tentang Kerajaan Allah, penting untuk memahami apa yang
dimaksud dengan Kerajaan Allah. Oleh
sebab itu, berikut adalah beberapa pendapat ahli tentang bagaimana mereka
memberi definisi terhadap Kerajaan Allah.
Pertama,
Menurut Gordon Fee yang dikutip oleh oleh Glen dan David dalam buku Etika Kerajaan, Kerajaan Allah adalah
“Suatu peristiwa masa depan sekaligus suatu realitas masa kini.”[4]
Kedua, Menurut George Eldon Ladd,
Kerajaan Allah adalah pemerintahan tertinggi Allah, namun pemerintahan
Allah terwujud dalam tahap yang berbeda-beda sepanjang sejarah penebusan. Oleh karena itu, manusia dapat masuk ke dalam
wilayah pemerintahan Allah dalam beberapa tahap perwujudannya dan mengalami
berkat-berkat pemerintahan-Nya itu dalam kadar yang berbeda-beda. Kerajaan Allah adalah zaman yang akan datang,
yang lazim disebut Sorga. Waktu itu kita
akan mengalami berkat-berkat pemerintahan-Nya dalam kepenuhan yang
sempurna. Akan tetapi, kerajaan itu ada
di sini saat ini dan dapat kita nikmati sebagian dari berkat-berkat
pemerintahan Allah itu secara nyata.[5]
Ketiga,
Menurut Albert Schweitzer yang dikutip oleh Eldon Ladd dalam bukunya Injil Kerajaan, “Kerajaan Allah sama
sekali bukanlah suatu kenyataan rohani atau kenyataan yang ada sekarang;
Kerajaan Allah seluruhnya merupakan kenyataan masa mendatang dan bersifat
adikodrati.”[6]
Keempat, Graeme
Goldsworthy has summarized a
definition of the Kingdom of God as "God's people in God's place under
God's rule.[7]
Kelima,
Menurut Donald Guthrie, Kerajaan Allah menunjuk kepada adanya hubungan antara
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Perwujudan ini akan lengkap hanya dalam kerajaan yang akan datang,
tetapi sudah diwakili pada masa sekarang di dalam jemaat.[8]
Memperhatikan
beberapa definisi di atas, jelas bahwa terdapat perbedaan di antara para ahli
untuk memberi definisi terhadap Kerajaan Allah.
Ketika membaca Injil Sinoptik, terdapat banyak ayat yang juga berbicara
secara berbeda mengenai hal tersebut.
Akan tetapi, berdasarkan pendapat di atas dan cara Alkitab menjelaskan
konsep Kerajaan Allah, maka Kerajaan Allah jelas merupakan pemerintahan Allah
yang mana telah memasuki zaman ini melalui kehadiran Yesus dan akan menjadi
sempurna pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kalinya.
Kerajaan Allah Dalam Injil
Sinoptik
Konsep
pengajaran tentang Kerajaan Allah terbentang di dalam Kitab-kitab Perjanjian
Baru, mulai dari Kitab Injil Matius sampai kepada Kitab Wahyu. Injil Sinoptik banyak membicarakan konsep
tersebut dalam kaitannya dengan pengajaran-pengajaran Yesus tentang Kerajaan
Allah, sedangkan Paulus dan penulis surat-surat yang lain juga banyak
mengajarkannya sebagai doktrin yang penting untuk diketahui oleh gereja. Hal tersebut kembali menjadi tekanan yang
kuat dalam Kitab Wahyu yang ditulis oleh Yohanes, dan sekaligus menutup kitab
Perjanjian Baru.
Akan tetapi,
fokus yang ingin disorot dalam tulisan ini bukanlah keseluruhan konsep Kerajaan
Allah dalam Perjanjian Baru, melainkan terbatas pada konsep atau
gagasan-gagasan yang terdapat dalam Injil Sinoptik.
Injil Matius
Seruan pertama tentang
Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah dalam Injil Matius dimulai oleh kehadiran
Yohanes Pembaptis yang berkhotbah agar orang-orang Yahudi bertobat sebab Kerajaan
Sorga (h` basilei,a tw/n ouvranw/n)[9]
sudah dekat (Matius 3:1-2). Sesudah
penangkapan Yohanes Pembaptis, barulah Yesus tampil untuk pertama kalinya di
Galilea dan berbicara hal serupa yang telah disampaikan oleh Yohanes:
“Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Matius 4:12-17). Yesus kemudian terus mengajarkan tentang
konsep Kerajaan Allah meskipun dalam Injil Matius hal tersebut kebanyakan
menggunakan istilah Kerajaan Sorga. Hal
ini merupakan ekspresi Matius sebagai seorang Yahudi yang menulis kitab ini
guna menghindari pemakaian kata Allah yang baginya sangat kudus. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran D.A.
Carson yang mengatakan bahwa:
The kingdom of heaven is Matthew’s customary expression for what other
New Testament writers preferred to call the ‘kingdom of God’. Matthew was like many Jews of his day who
would avoid using the word ‘God’. They
felt it was too holy, too exalted; therefore euphemism like ‘heaven’ were
adopted. In meaning. Kingdom of heaven
is identical to kingdom of God.[10]
Itulah sebabnya dalam Injil
Matius istilah Kerajaan Allah hanya dipakai 5 kali, sedangkan istilah Kerajaan
Sorga dipakai sebanyak 32 kali.[11] Namun, tidak perlu mempertentangkan kedua
istilah tersebut, oleh karena pada dasarnya Matius menunjuk kepada satu hal
yang sama yaitu Kerajaan Allah.
Menarik bahwa Yesus
memberitakan Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan
(Matius 4:23; 9:35). Dengan demikian,
Yesus sedang menunjukkan bahwa pengusiran setan dan penyembuhan penyakit juga
merupakan bagian yang tidak terlepas dari berita Kerajaan Allah tersebut. Yesus sedang mengajarkan kerajaan itu, dan
orang-orang Yahudi sedang mengalaminya, meskipun tidak secara penuh dan juga
tidak sama dengan pemahaman umum bangsa Yahudi (pengharapan Mesias Yahudi)
tentang kerajaan itu. Hal itu akan lebih
jelas ketika membaca Matius 12:22-28, di mana Yesus menunjukkan bahwa Dia
mengusir setan dengan kuasa Roh Allah dan hal itu berarti kehadiran Kerajaan
Allah. George Eldon Ladd mengatakan
bahwa “Matius pasal 12 dengan jelas menyatakan pengusiran roh-roh jahat sebagai
pekerjaan Kerajaan Allah.”[12]
Yesus juga mengajar
murid-murid bahwa Kerajaan Allah yang Ia beritakan merupakan kerajaan yang
sarat dengan nilai-nilai etis. Hal
tersebut dikisahkan dalam Matius 5 tentang kelemah-lembutan dan kerendahan
hati. Leon Morris menegaskan bahwa
“Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat itulah yang akan masuk ke dalam
Kerajaan, ‘miskin di hadapan Allah’ (5:3), yang dianiaya (5:10), yang bersifat
seperti anak-anak (18:1-4).”[13] Yesus bahkan menegaskan dalam Matius 5:20
bahwa mereka tidak akan masuk Sorga jika hidup keagamaan mereka tidak lebih
benar dari pada orang-orang Farisi. Oleh
sebab itu, tuntutan untuk bertobat merupakan sesuatu yang penting dalam hal
ini. John Legg menjelaskan arti
pertobatan ini bahwa “It expressed God’s
frequent summons to Israel to return to God, to abandon their rebellion and
come back to covenant-obedience. In
other words, it is equivalent to conversion, a radical change of hearts as well
as mind, leading to a changed life.”[14] Hal ini memberi arti terhadap khotbah
Yohanes Pembaptis agar orang-orang bertobat untuk menyambut Kerajaan Sorga yang
sudah dekat.
Ada hal lain yang penting
untuk diperhatikan sehubungan dengan Kerajaan Allah yang diajarkan oleh
Yesus. Yesus banyak mengajarkan konsep
Kerajaan Allah dalam bentuk perumpamaan.
Dalam Injil Matius setidaknya terdapat 14 perumpamaan yang Yesus
ajarkan. Hal itu menarik perhatian
murid-murid Yesus, sehingga suatu kali mereka bertanya kepada Yesus: “Mengapa
Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan? (Matius 13:10). Jawaban Yesus kepada murid-murid itu
merupakan sesuatu yang juga menarik.
Dalam Matius 13:11, “Jawab Yesus: kepadamu diberi karunia untuk
mengetahui rahasia Kerajaam Sorga, tetapi mereka tidak.” Sehingga tidaklah mengherankan jika Yesus
kemudian mengajarkan hal Kerajaan Allah melalui perumpamaan-perumpamaan. Leon Morris berkata: “Perumpamaan-perumpamaan
menjadi suatu studi yang hidup dan menarik, dan menampilkan aspek-aspek penting
dari Kerajaan.”[15] Oleh sebab itu, memahami setiap perumpamaan
yang diajarkan oleh Yesus merupakan hal penting yang perlu dilakukan untuk
mengerti tentang Kerajaan Allah.
Perumpamaan pertama yang
muncul dalam Injil Matius adalah perumpamaan tentang seorang penabur yang ke
luar untuk menabur benih (Matius 13:1-23).
Ada benih yang jatuh di pinggir jalan, tanah yang berbatu, di tengah
semak duri, dan di tanah yang baik. Dan
arti perumpamaan itu dijelaskan sendiri oleh Yesus dalam ayat 19-23 bahwa “Kepada
setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak
mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang
itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah yang
berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya
dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar
dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena
firman itu, orang itupun segera murtad.
Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman
itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu
sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan
di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan
karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali
lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."
Eldon Ladd menjelaskan rahasia Kerajaan Allah ini, sebagai berikut:
Kerajaan
Allah sudah datang di antara manusia, namun manusia bisa menolaknya. Kerajaan itu tidak mengalami keberhasilan
yang sama. Tidak semua orang mau
menerimanya. ... Kerajaan Allah sedang
bekerja di antara manusia, tetapi Allah tidak akan memaksa manusia untuk tunduk
kepada Kerajaan tersebut. Mereka harus
menerima Kerajaan itu dengan rela hati dan dengan kehendak yang patuh.[16]
Jadi,
jelas bahwa kehadiran Kerajaan Allah sudah dimulai sejak kehadiran Yesus. Akan tetapi, kehadirannya masih bersifat
rahasia; di mana ia tidak hadir dalam kekuasaan penuh melainkan bekerja secara
diam-diam dalam kehidupan setiap mereka yang secara terbuka menerimanya dalam
kehidupan mereka.
Pertanyaan
penting yang muncul tentang Kerajaan itu ialah tentang waktu kapan Kerajaan itu
akan hadir dengan kuasa yang penuh yang akan ditandai dengan kedatangan Yesus
yang kedua kali? Ini merupakan suatu
pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.
Namun, Matius memberi rujukan yang baik dalam pasal 24-25. Murid-murid bertanya tentang waktu kedatangan
Yesus yang kedua dan apakah tanda-tandanya?
Yesus tidak menjawab tentang hari, bulan atau tahun, tetapi Yesus
menjelaskan tentang tanda-tanda zaman yang perlu dikenali. Hal tersebut akan diawali dengan munculnya
mesias palsu (ayat 5), adanya perang dan keributan antar bangsa[17]
(ayat 6-7), adanya penganiayaan (ayat 9), adanya kemurtadan (ayat 10),
munculnya nabi palsu (ayat 11), menurunnya kualitas kasih (ayat 12), dan Injil
akan disampaikan di seluruh dunia (ayat 14).
Memperhatikan penjelasan Yesus tersebut, Matthew Henry berkata bahwa
“Kita tidak perlu mengetahui masa dan waktu yang ditetapkan Bapa (Kis.1:7).”[18] Tidak perlu mencoba melakukan perhitungan
waktu yang tepat tentang kedatangan-Nya, melainkan cukup memperhatikan
tanda-tanda zaman itu.
Injil Markus
Sebagaimana
Matius, Markus juga menampilkan pelayanan awal Yesus di Galilea setelah
penangkapan Yohanes, dengan seruan “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah
dekat (Makus 1:14-15). Namun, hal yang
menarik dalam cara Markus merumuskan pernyataannya, ialah adanya pernyataan
“Waktunya telah genap” (peplh,rwtai
o` kairo.j)[19]. Samuel Benyamin Hakh berkomentar tentang ayat
ini bahwa:
Jika
kita memperhatikan rumusan kalimat itu dalam Injil Markus maka jelas bahwa
rumusan itu disusun dalam bentuk kalimat perfek. Bentuk kalimat itu menandai suatu kontinuitas
aksi yang terjadi pada waktu tertentu di masa lampau dan berlangsung terus
hingga masa kini. Jadi Markus melihat ke
masa lampau, kepada pelayanan Yesus di Galilea dan memahami bahwa dalam diri
Yesus, Kerajaan Allah telah tiba. Namun
ia menyadari bahwa Kerajaan itu telah berlangsung hingga masa kini. Dalam kaitan ini, Markus hendak menekankan
suatu eskatologi yang telah mewujud sebagai kunci hermeneutik dalam
teologinya. Sebab menurut Markus, dengan
mulainya pelayanan Yesus di Galilea, waktu penggenapan itu telah tiba dan suatu
permulaan baru sedang mulai. Permulaan
baru itu adalah membelah masuknya Kerajaan Allah dalam sejarah manusia.[20]
Dengan
demikian, maka frase itu menjadi penting dalam catatan Markus dan sekaligus
menjadikannya unik di antara kedua Injil Sinoptik yang lain dalam menjelaskan
tentang Kerajaan Allah yang sudah hadir dalam diri Yesus.
Dikatakan
bahwa Kerajaan Allah “sudah dekat” (h;ggiken).[21] Kata ini dipakai baik oleh Markus, maupun
Matius dan Lukas. Samuel Hakh
menjelaskan bahwa:
Terjemahan
ini lebih menggambarkan aspek present
(ke-kini-an) dan futuris (ke-akan-an)
dari Kerajaan itu. Jadi pada suatu pihak
kata ini menggambarkan aspek ke-kini-an yakni kehadiran Kerajaan Allah secara
tersembunyi pada masa kini pelayanan Yesus, tetapi pada pihak lain,
mempertahankan aspek ke-akan-an dari Kerajaan itu. Pemenuhan Kerajaan Allah itu dengan kuasa
masih ada di depan. Memang Kerajaan
Allah telah datang dalam sejarah.
Pemerintahan Allah telah berlaku dan waktu yang telah ditetapkan itu
telah genap. Meskipun begitu pemenuhan
secara sempurna itu belum tiba, pemenuhan itu masih ada di depan.[22]
Berdasarkan
penjelasan di atas, Kerajaan Allah dilihat sebagai pemerintahan Allah yang
sudah berlaku kini, meskipun memiliki aspek futuris
dimana hal itu akan terwujud secara penuh di masa yang akan datang.
Dampak
dari kehadiran Kerajaan Allah pada masa kini adalah bersifat rahasia bagi
manusia. Namun, ada pertentangan yang
nyata antara hadirnya Kerajaan Allah terhadap kerajaan dunia yang dikuasai oleh
setan. Dalam hal ini, sedikit berbeda
dengan Matius; Markus segera menempatkan cerita pelayanan Yesus sesudah pemilihan
murid-murid yang juga dicatat oleh Matius.
Markus 1:21-28 menceritakan bahwa Yesus berada dalam sebuah rumah ibadat
di Kapernaum, dan di sana ada seorang yang kerasukan roh jahat. Ketika melihat Yesus, orang itu berteriak:
Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau yang Kudus dari
Allah. Perikop tersebut secara jelas
memperlihatkan bahwa kehadiran Yesus merupakan sebuah “benturan atau konflik”[23]
terhadap setan sebagai penguasa kerajaan dunia (Matius 4:8-9). Hal tersebut diulang dalam Markus 5:1-20, di
mana Yesus kembali berjumpa dengan seorang yang dirasuk setan. Markus bercerita bahwa tidak seorang pun lagi
yang sanggup mengikat orang itu, sekalipun dengan rantai karena rantai-rantai
pun dimusnahkannya. Namun ketika ia
bertemu dengan Yesus, ia berteriak dengan keras: Apa urusan-Mu dengan aku, hai
Yesus, Anak Allah yang Mahatinggi? Demi
Allah, jangan siksa aku! Catatan penting
dari kedua cerita ini adalah bagaimana orang-orang yang dirasuk setan tersebut
segera mengenali Yesus sebagai Anak Allah, dan bagaimana ketakutan mereka
tentang tindakan penghukuman Yesus.
Penguasa kerajaan dunia tidak berdaya terhadap kehadiran Yesus atau
dengan kata lain tidak mampu melawan Kerajaan Allah. Ungkapan orang-orang yang kerasukan itu,
memberi arti penting terhadap pelayanan Yesus sebagai tanda kehadiran Kerajaan
Allah. Markus menekankan bahwa “Tidak
ada seorang pun lagi yang sanggup mengikat” orang yang kerasukan di Gerasa itu. Akan tetapi, Yesus menundukkannya dengan
begitu mudah, bahkan Markus mencatat bahwa roh jahat itu sendiri yang meminta
untuk diizinkan berpindah dari dalam diri orang yang dirasuknya ke dalam
babi-babi yang ada di sana. Yesus sudah
datang, Kerajaan Allah sudah hadir, dan penguasa kerajaan dunia sudah diserang. Walaupun, kuasa Kerajaan Allah belum
dinampakkan secara penuh.
Pengajaran
tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan-perumpamaan juga tidak luput dari
perhatian Markus. Perumpamaan tentang
seorang penabur yang juga dicatat dalam Injil Matius dan Lukas mengawali cerita
perumpamaan dalam Injil ini. Akan
tetapi, ada hal yang menarik yaitu perumpamaan tentang benih yang tumbuh. Cerita tersebut hanya dicatat oleh Markus
(Markus 4:26-29). Kerajaan Allah
digambarkan sebagai seorang yang menaburkan benih di tanah, lalu tidur pada
malam hari dan bangun pada keesokan harinya, tetapi benih itu telah
mengeluarkan tunas. Bagaimana tunas itu
menjadi tinggi dan semakin tinggi, tidak diketahui oleh orang itu. Namun setelah berbuah, orang itu akan
menyabit sebab musim menuai sudah tiba.
Markus menjelaskan sesuatu yang berbeda dari Kerajaan Allah itu, yakni
bagaimana ia tumbuh dan tidak diketahui.
Kerajaan Allah adalah pekerjaan Allah sendiri, manusia tidak tahu
bagaimana ia bertumbuh dan berbuah.
Mengenai
hal kedatangan Yesus yang kedua kali, hal tersebut dijelaskan Markus
sebagaimana Matius dan Lukas. Markus
memaparkan cerita apa adanya tentang perkataan-perkataan Yesus mengenai hari
itu. Tidak tekanan tentang hari, bulan
atau waktu tertentu, kecuali tanda-tanda zaman yang akan mendahului peristiwa
tersebut.
Injil Lukas
Tiga
pasal yang pertama dari Injil Lukas merupakan sejarah atau silsilah dan
persiapan kelahiran serta pelayanan Yesus.
Hanya Lukas yang menceritakan nubuatan kelahiran Yohanes Pembaptis, kunjungan
Maria kepada Elisabet, pujian Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis dan pujian
Zakharia. Marshall menjelaskan hal ini
bahwa:
At the outset Luke makes it
clear that he is attempting to give an account of what actually happened based
on reliable testimony and that he is doing so in order that his reader(s) may
be sure that what they have been taught rests on a sound foundation. Already at this point we learn that Luke is
concerned that the Christian message rests on historical events (Luke 1:1-4).[24]
Penekanan
Lukas terhadap sejarah membuat adanya perbedaan pengutipan pengajaran Yesus
tentang Kerajaan Allah dalam Markus 1:14-15 dengan Lukas 4:14-15, dimana Lukas
mengutip secara berbeda dengan yang Matius lakukan (Matius 4:12-17). Namun lebih lanjut Samuel Hakh menjelaskan
bahwa hal itu tidak berarti Lukas mengabaikan pemberitaan tentang Kerajaan
Allah sebagai pokok pemberitaan Yesus. Hal
tersebut akan menjadi jelas, jika membaca Lukas 4:43; 8:1 dan 9:11.[25] Lukas 4:43, Yesus berkata: “juga di kota-kota
lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku
diutus.” Demikian juga pasal 8:1 “Yesus
berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil
Kerajaan Allah. Sementara itu pasal 9:11
“Ia menerima mereka dan berkata-kata kepada mereka tentang Kerajaan Allah dan
Ia menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan.” “Lebih lanjut Tuhan Yesus menjelaskan bahwa
siapa saja yang menerima pengajaran-Nya dan misi-Nya sudah masuk Kerajaan Allah
pada saat ini (Lukas 16:16).”[26] Dengan demikian, jelas bahwa Lukas pun
memberi perhatian tentang Kerajaan Allah; hanya saja berbeda dengan Matius dan
Markus, Lukas lebih menekankan “aksi atau tindakan Allah dari pada pemberitaan
tentang Kerajaan Allah itu sendiri.”[27] Akan tetapi, bagaimana pun Lukas juga
sependapat bahwa Kerajaan Allah memiliki dimensi kekinian dan juga futuris yang akan terjadi di masa
mendatang (Lukas 9:27 bnd Lukas 10:9).
Berdasarkan
penjelasan Injil-injil Sinoptik di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga Injil
memberikan perhatian yang serius terhadap Kerajaan Allah. Selain itu, ketiga Injil juga menampilkan
bahwa Kerajaan Allah sudah dimulai melalui kehadiran Yesus. Yesus bukan hanya mengajarkan kerajaan itu,
tetapi Yesus juga sudah mendemonstrasikan kehadiran kerajaan itu melalui
pelayanan-Nya. Akan tetapi, meskipun
Kerajaan Allah itu sudah datang dan memasuki dimensi waktu sekarang, namun
Kerajaan Allah itu bekerja secara rahasia sampai kepada suatu masa di mana
kerajaan tersebut akan tampil dalam kesempurnaannya di mana orang-orang percaya
akan mengalami kepenuhan berkat Kerajaan itu.
BAB III
PEMBAHASAN KERAJAAN ALLAH BERDASARKAN INJIL SINOPTIK
Memperhatikan
tinjauan Injil Sinoptik tentang Kerajaan Allah pada bab sebelumnya, maka ada
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan Kerajaan
Allah. Mulai dari persamaan atau
perbedaan konsep Kerajaan Allah dalam Injil Sinoptik, sampai kepada aspek-aspek
Kerajaan Allah seperti: soteriologis, ekklesiologis, moral-etis, serta juga untuk
melihat apa peran Yesus dalam Kerajaan Allah tersebut.
Persamaan dan Perbedaan Gagasan
Tentang Kerajaan Allah
Matius,
Markus, maupun Lukas sama-sama mencatat gagasan tentang Kerajaan Allah di dalam
Injil mereka masing-masing. Terdapat
begitu banyak ayat dalam kitab-kitab ini tentang gagasan Kerajaan Allah. Di antara banyaknya ayat-ayat tersebut, dapat
ditemukan persamaan dan perbedaan gagasan mereka tentang Kerajaan Allah melalui
ayat-ayat paralel.
Pertama, Di
dalam Matius 4:12-17; Markus 1:14-15; Lukas 4:14-15, Matius dan Markus memiliki
kesamaan dalam hal bagaimana Yesus mulai mengajarkan Kerajaan Allah lewat
pemberitaan-Nya. Kedua penulis
menampilkan pemberitaan Yesus untuk “bertobat karena Kerajaan Sorga sudah
dekat”, meskipun dengan gaya penulisan masing-masing. Matius hanya menekankan kata “bertobatlah”,
sementara Markus menambahkan kalimat “waktunya sudah genap” serta kata
“percayalah kepada Injil. Marshall
berkata bahwa: struktur dasar dari keduanya adalah sama, hanya saja tidak
pantas jika Matius menggunakan bentuk kata-kata yang sama.[28] Hal yang menarik adalah perbedaan cara Lukas
dalam mengkalimatkan ayat ini: “Dalam kuasa Roh Allah kembalilah Yesus ke
Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang
Dia di seluruh daerah itu. Sementara itu
Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia” (Lukas
4:14-15). Walaupun ayat ini sejajar
dengan ungkapan Matius dan Markus, namun Lukas sama sekali tidak menggunakan
kata “Kerajaan Allah” serta kata “bertobatlah”.
Lukas memberi tekanan pada tindakan Yesus untuk mengajar dan bahwa
tersiar kabar tentang Dia. Dengan
demikian Yesus mengsejajarkan antara berita “Kerajaan Allah” dengan kabar yang
tersiar tentang diri-Nya. Untuk hal ini,
Marshaal berpendapat bahwa:
I shall assume that Luke is
telling his story of Jesus on the basis of Mark’s Gospel together with other
source materials, some shared with Matthew and others peculiar to himself. Therefore, the main thread of story is
similar to that in Mark, and in many ways Luke shared his understanding of
it. But like Matthew, Luke is writing at
greater length than Mark, and the new material gives the Markan material to
express different nuances.[29]
Jadi, jelas
bahwa Lukas menyusun Injilnya serupa dengan Markus, hanya saja ada penambahan
pemahaman Lukas secara pribadi untuk menekankan nuansa yang berbeda dari
tulisannya tersebut.
Kedua,
Penggunaan istilah “Kerajaan Allah” dalam Injil Matius dibandingkan dengan
pemakaian istilah tersebut oleh Markus dan Lukas. Jika Markus dan Lukas konsisten menggunakan
frase tersebut, sebaliknya Matius menggantinya dengan istilah “Kerajaan Sorga”
(Matius 4:17 bnd Markus 1:15). “Istilah
Kerajaan Allah dan Kerajaan Sorga mempunyai arti yang sama.”[30] Matius lebih manyukai pemakaian Kerajaan
Sorga dari pada Kerajaan Allah. Leon
Morris menulis bahwa Matius hanya lima kali memakai ungkapan Kerajaan Allah,
sedangkan ungkapan Kerajaan Sorga dipakai 32 kali. Hal ini dilakukannya sebagai cara khas orang
Yahudi menghindari penggunaan nama Allah.[31] Jika, demikian maka perbedaan kedua istilah
tersebut muncul bukan karena makna yang ingin disampaikan, melainkan lebih
kepada latar belakang ke-Yahudian Matius sebagai panulis. Kedua istilah tersebut menunjuk kepada
kerjaan yang sama dan tidak ada maksud untuk membedakan adanya dua Kerajaan
yang berbeda di antara kedua istilah tersebut.
Ketiga, Jika
membaca Matius 12:28 dan Lukas 11:20, ada tekanan bahwa “jika Aku mengusir
setan dengan kuasa (Roh) Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang
kepadamu.” Markus menggunakan istilah
lain yaitu “sudahlah tiba kesudahannya” (Markus 3:26). Ungkapan ketiga Injil tersebut sama-sama
menyorot kepada realitas kehadiran Kerajaan Allah yang masuk ke dalam sejarah
umat manusia pada masa kini. George
Eldon Ladd berkata: “Tindakan pengusiran roh-roh jahat membuktikan bahwa
Kerajaan Allah sudah datang dan sedang bekerja di antara umat manusia. Pengusiran roh jahat itu sendiri merupakan
pekerjaan Kerajaan Allah.”[32] Tekanannya jelas bahwa ketika terjadi
penyerangan dan pengusiran roh jahat, maka pada saat itu Kerajaan Allah telah
hadir dan sedang bekerja.
Keempat,
Meskipun di atas dijelaskan mengenai Kerajaan Allah yang sudah datang ke dalam
dimensi sejarah manusia, namun ketiga Injil juga menulis tentang kedatangan
Yesus pada masa yang akan datang sebagai bagian penting dalam pemenuhan janji
berkat Kerajaan Allah secara sempurna (Matius 24; Markus 13; Lukas 21). Selain itu, ada juga beberapa ungkapan Yesus
yang memberi kesan terhadap masa yang akan datang tersebut. Eldon Ladd mengutip Matius 12:32 dikatakan,
“Apabila seorang mengatakan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni,
tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak,
dan di dunia yang akan datang pun tidak”.
Lalu Eldon Ladd menjelaskan menjelaskan bahwa keseluruhan batas hidup
manusia digambarkan dalam kaitannya dengan zaman ini dan zaman yang akan
datang.[33] Tidak ada keraguan akan masa yang akan datang
tersebut, oleh karena Yesus sendiri pun memberikan indikasi-indikasi tentang
hal itu dalam ucapan-Nya (Markus 10:29-30).
Frank Thielman menulis bahwa:
Christianity has traditionally
affirmed that with the coming of Jesus the biblical promises about the
restoration of creation and of God’s people have largely been fulfilled but the
elements of fulfillment await the future.
There is nothing incoherent about affirming both that God has “already”
begun to fulfill His promises for the future in Jesus and that this fulfillment
is “not yet” complete.[34]
Jadi, apa
yang dikemukakan oleh ketiga Injil tentang Kerajaan Allah pada zaman yang akan
datang merupakan suatu kebenaran yang tidak perlu diragukan. Zaman itu belum dapat dikatakan lengkap
sekarang ini, sampai pada waktu yang ditentukan di masa yang akan datang tersebut.
Aspek Soteriologis Kerajaan Allah
Dalam Injil Sinoptik, berita
Kerajaan Allah dikaitkan langsung dengan kata perintah “bertobatlah” (Matius
4:17; Markus 1:15). Bahkan jika melihat
catatan Markus, selain perintah bertobat ada juga perintah “percayalah”. Seruan tersebut merupakan peringatan tajam
terhadap datangnya sesuatu yang baru dan sekaligus merupakan kebutuhan dasar
manusia. Manusia yang hidup dalam dosa
dan perlu penebusan, sebagaimana yang ditulis oleh Matius (Matius 1:21). Di sisi lain, Kerajaan Allah itu juga hadir
dengan penyerangan terhadap kerajaan setan.
Eldon Ladd berkata “Kerajaan Allah adalah tindakan penaklukan yang Allah
lakukan terhadap musuh-musuh-Nya: dosa, iblis dan maut, melalui Kristus.”[35] Memperhatikan tulisan Matius tentang “Yesus
yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa” dan catatan Eldon Ladd tentang
penaklukan Kerajaan Allah yang dilakukan melalui Yesus, maka dapat dipahami
bahwa Kerajaan Allah hadir dan membawa penyelamatan kepada umat Allah. Ini adalah sebuah kabar sukacita, bahwa
manusia yang berdosa dan berada di bawah kuasa dosa, maut dan Iblis, akhirnya
menemukan solusi atas persoalan itu.
Solusi itu bukanlah sebuah usaha manusia, melainkan sebuah pemberian
Allah melalui Kristus. Kerajaan Allah
hadir bukan hanya sekedar memerangi dan menaklukkan kerajaan setan, tetapi
sekaligus merampas atau menyelematkan umat kepunyaan-Nya yang menjadi tawanan
setan melalui dosa untuk menjadi warga Kerajaan-Nya. Howard Marshall menegaskan bahwa: “His role has to do with saving people from
sin.”[36] Selain itu, Howard Mashall juga menulis
bahwa: “Traditionally Jesus is understood
to go on to prophesy the coming of the Son of Man to gather together His
disciples scattered all over the world, presumably in to God’s new world, the
future manifestation of the Kingdom of God.”[37]
Jadi bagaimanapun, Kerajaan
Allah yang dibicarakan dalam Injil-injil Sinoptik, tidak terlepas kaitannya
dengan misi soteriologi Allah untuk
menyelamatkan umat-Nya dari perbudakan dosa.
Walaupun manusia masih hidup di dunia ini, namun keselamatan dari dosa
telah ditawarkan oleh Allah melalui Yesus.
Yesus telah menyelesaikan tugas-Nya untuk masalah dosa, akan tetapi hal
itu akan terwujud secara penuh pada kedatangan-Nya yang kedua kali untuk
menjemput manusia, yakni mereka yang telah diselamatkan melalui pengorbanan-Nya
sendiri.
Aspek Ekklesiologis Kerajaan Allah
Ada hal yang menarik dalam
mebaca Kitab-kitab Injil Sinoptik dalam hubungan dengan Ekklesia. Hal itu disebabkan
oleh karena kata Ekklesia hanya
muncul dalam Kitab Injil Matius (Matius 16:18 dst; 18:17-18).[38] Akan tetapi sekalipun demikian, tidak berarti
bahwa gagasan-gagasan mengenai jemaat/gereja
tidak terdapat dalam Injil-injil Sinoptik.
Catatan Eldon Ladd dalam bukunya Injil
Kerajaan memberikan penjelasan tentang hal tersebut, bahwa sejak awal
Kerajaan Allah ditawarkan kepada Bangsa Israel (Matius 10:6). Yesus menegaskan bahwa Ia datang untuk
domba-domba yang hilang dari umat Israel (Matius 15:24). Mereka disebut sebagai “anak-anak Kerajaan”
(Matius 8:12), walaupun mereka tidak percaya dan menolak Mesias. Kerajaan ini menjadi milik mereka berdasarkan
pemilihan Allah, sejarah dan warisan.
Tetapi karena mereka menolak, maka Allah memberikan berkat-berkat itu
kepada orang lain yang mau menerimanya.
Hal tersebut melahirkan gagasan mengenai maksud Yesus untuk membangun
atau mendirikan jemaat-Nya (ekklesia)
dalam Matius 16:18. Hal ini dipahami
oleh Eldon Ladd sebagai tujuan Yesus untuk membangun suatu jemaat yang baru,
oleh karena penolakan Israel. Sebagai
pemerintahan Allah dan tindakan Allah yang melakukan penebusan melalui Kristus,
Kerajaan Allah menciptakan gereja dan kemudian bekerja melalui gereja di dunia
ini. Oleh sebab itu, dengan cara yang
sama Kerajaan Allah yaitu kegiatan dan kuasa Allah yang mendatangkan
keselamatan, sedang bekerja di dunia pada saat ini sebagai Gereja Yesus
Kristus. Gereja merupakan persekutuan
murid-murid yang telah menerima kehidupan kerajaan dan mempunyai kesetian untuk
mengabarkan berita Injil Kerajaan di dunia ini.
Demikianlah Eldon Ladd melihat gereja sebagai bagian dari tujuan awal
Yesus untuk membangun Kerajaan Allah.
Gereja adalah umat Allah, namun bukan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah menciptakan gereja dan bekerja
di dunia melalui gereja. Hal ini penting
untuk memahami bahwa manusia tidak dapat mendirikan Kerajaan Allah, tetapi
mereka dapat memberitakan mengenai kerajaan itu. Kerajaan Allah yang dalam Perjanjian Lama
diwujudkan melalui Israel, sekarang sedang bekerja di dunia melalui gereja.[39]
Dengan demikian, jelas bahwa
gereja sendiri bukanlah Kerajaan Allah, melainkan hanya bersifat komunitas yang
menjadi alat dalam mewujudkan berkat-berkat Kerajaan Allah di dunia sekarang
ini, termasuk dalam hal pergumulan melawan kejahatan sampai pada waktu dimana
Kristus sendiri akan datang membawa pemerintahan Kerajaan Allah secara
sempurna. Hal ini menjelaskan peranan
gereja sebagai alat Kerajaan Allah yang harus aktif dalam mengabarkan berita
Kerajaan Allah yang secara penuh akan dinyatakan pada masa yang akan datang.
Aspek Moral-Etis Kerajaan Allah
Sebagaimana telah dijelaskan
tentang kehadiran Kerajaan Allah di dunia yang sekarang ini bekerja melalui
gereja, maka ada persoalan baru yang penting untuk diperhatikan, yaitu
moral-etis. Samuel Hakh mengatakan:
“Hadirnya Kerajaan Sorga sebagai suatu realitas dalam kehidupan manusia
memiliki dimensi etis bagi setiap orang yang bertemu dengan kerajaan itu.”[40] Tidak dapat dihindari bahwa Kerajaan Allah
memilih nilai-nilai etis yang mengatur cara hidup warga kerajaan tersebut. Hal tersebut melahirkan pilihan untuk hidup
sebagai warga Kerajaan Allah atau menolak untuk menerima sehingga terbebas dari
tuntutan tersebut.
Tekanan terhadap aspek
moral-etis ini, dibicarakan dalam Injil Sinoptik melalui pengajaran Yesus dalam
khotbah di bukit (Matius 5; Lukas 6).
Matius 5:20 mengatakan: “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga.” Jelas bahwa hal ini merupakan
syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Sebabnya, perlu pengambilan keputusan untuk menerima Kerajaan tersbut. Eldon Ladd membenarkan pendapat Bulmann bahwa
hal tersebut memberi makna tersendiri terhadap seruan Yesus “Bertobatlah, sebab
Kerajaan Sorga sudah dekat.” Di mana arti dasar dari dari kata “bertobat”
adalah berbalik, mengubah jalan hidup, mengubah seluruh arah bertindak,
berbalik dan mengikuti keputusan Kerajaan Allah.[41] Jadi, menerima Kerajaan Allah akan membawa
kepada suatu kehidupan yang mengikuti aturan kerajaan tersebut.
Prinsip tersebut dijelaskan
dalam Matius 5, di mana ungkapan bahagia tersebut diberikan kepada mereka yang
termasuk dalam warga Kerajaan Allah.
John Legg menegaskan hal itu bahwa “The beatitudes simply describe the
character and characteristic of those who are blessed already, who belong to
God’s kingdom. ... The natural man
cannot live as the beatitudes describe.”[42] Jadi, khotbah di bukit harus dipahami sebagai
nilai-nilai moral-etis Kerajaan Allah yang perlu dihidupi oleh setiap mereka
yang telah menerima Yesus sebagai Mesias, dan dengan demikian menjadi warga
Kerajaan Allah.
Peranan Yesus Dalam Kerajaan Allah
Ketika membaca Injil-injil
Sinoptik, jelas bahwa berita tentang Kerajaan Allah dikaitkan dengan datangnya
Sang Mesias yang akan membawa kemenangan kerajaan itu (Matius 12:28; Markus
1:15). Howard Marshall melihat bahwa:
The main theme of the Gospel is the identity of Jesus in His
relationship to the kingdom of God. Mark
spells this out in two stages. There is
first the recognation of Jesus as Messiah and Son of God, with the evidence of
the presence of the kingdom in and through the mighty works and His
proclamation. Then there is the
recognation that the Messiah must suffer and be raised from the dead, with the
implications that this has for His followers.[43]
Kutipan di atas menunjukkan
hubungan Yesus dengan Kerajaan Allah. Ia
menampilkan Kerajaan Allah, mengerjakan Kerajaan Allah dan memprolamirkan
kerajaan itu (Lukas 4:43; 11:20). Seruan
bertobat merupakan peringatan tegas bahwa Kerajaan itu akan terwujud di dalam
Yesus sebagai Mesias. Walaupun kemudian
terdapat dua zaman yang berbeda dalam hal tersebut, namun semua catatan
Sinoptik sepakat bahwa Kerajaan Allah telah memasuki dimensi waktu sekarang
dengan kedatangan Yesus dan akan terwujud secara penuh pada dimensi waktu yang
akan datang melalui kedatangan Yesus pula untuk kedua kalinya.
Selain itu, Yesus juga telah
membangun suatu umat yang baru yang dimulai dari murid-murid-Nya sampai kepada
masa di mana gereja telah muncul sebagai persekutuan orang-orang yang
menerima-Nya, sebagai akibat dari penolakan Israel. Yesus kemudian menjelaskan inti misi dari
kehadiran gereja untuk memberitakan Injil, dan pada akhirnya Yesus akan datang
untuk menggenapi secara sempurna pemerintahan Kerajaan Allah, dimana pada waktu
itu Iblis, dosa dan maut akan dimusnahkan.[44] Jadi, Yesus akan menggenapkan seluruh
nubuatan tentang Kerajaan Allah, mulai dari kehadiran Kerajaan Allah melalui
kedatangan-Nya, misi Kerajaan Allah yang telah dikerjakan-Nya dan kemudian
diteruskan kepada murid-murid-Nya (pada akhirnya menjadi tanggung jawab
gereja), dan menghadirkan Kerajaan itu secara sempurna setelah kedatangan-Nya
yang kedua kali pada masa yang akan datang.
BAB IV
KESIMPULAN
Memperhatikan
seluruh pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan
tentang Kerajaan Allah dalam Injil Sinoptik.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut, antara lain:
Pertama,
Kerajaan Allah merupakan pemerintahan Allah yang telah memasuki zaman ini
melalui kehadiran Yesus dan akan menjadi sempurna pada saat kedatangan-Nya
untuk kedua kalinya.
Kedua,
Ungkapan Kerajaan Allah dan Kerajaan Sorga memiliki makna yang sama, tanpa ada
maksud untuk membedakan kedua objek dari ungkapan tersebut. Pemakaian Kerajaan Sorga oleh Matius lebih
kepada latar belakang ke-Yahudia-an Matius, untuk menghindari pemakaian nama
Allah.
Ketiga,
Sinoptik menegaskan bahwa Kerajaan Allah yang akan datang merupakan sesuatu
yang rahasia dan tidak diketahui kepastian waktunya. Hanya saja ada tanda-tanda zaman yang dapat
dikenali sebagai tanda kedatangan Yesus yang kedua kali.
Keempat,
Ketiga Injil memiliki pandangan yang sama tentang dimensi waktu sekarang dan
futuris tentang Kerajaan dengan.
Kelima, Kerajaan Allah yang
dibicarakan dalam Injil-injil Sinoptik, tidak terlepas kaitannya dengan misi soteriologi Allah untuk menyelamatkan
umat-Nya dari perbudakan dosa. Kerajaan
Allah telah membawa kemenangan atas roh jahat, dosa, serta mendatangkan
keselamatan bagi mereka yang membuka hati terhadap pemberitaan kerajaan itu.
Keenam,
Kerajaan Allah bekerja melalui gereja sekarang ini untuk mengabarkan kabar baik
tentang tindakan Allah dalam sejarah, meskipun gereja bukanlah Kerajaan Allah
itu sendiri. Manusia tidak dapat
membangun Kerajaan Allah, melainkan Yesuslah yang akan membawa kerajaan itu
secara sempurna pada masa depan yang akan datang.
Ketuju,
Kerajaan Allah mengharuskan pertobatan untuk menyambutnya, dimana pertobatan
itu akan menghasilkan sebuah kehidupan berbeda dari sebelumnya, oleh karena
adanya prinsip-prinsip etis dari Kerajaan Allah yang perlu dihidupi oleh warga
Kerajaan tersebut.
Kedelapan,
Yesus adalah inti pembicaraan Injil, sedangkan inti pemberitaan Yesus adalah
Kerajaan Allah. Kerajaan Allah hadir
melalui diri-Nya dan akan hadir secara sempurna dalam pemerintahan-Nya pada
waktu kedatangan Yesus yang kedua kali di waktu yang akan datang.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Bahan Internet
Harkness, Georgia. Understanding the Kingdom of God: Chapter
1.Where We Stand, tersedia
di http://www.religion-online.org/showchapter.asp?title=577&C=737, diakses tanggal 25 Januari
2013.
_______.
Kingdom of God, , tersedia di http://www.theopedia.com/Kingdom_of_God, diakses tanggal 27 Januari 2013.
Buku-buku
Carson,
D.A. The
Sermon on the Mount. UK: The
Paternoster Press, 2000.
Guthrie,
Donald. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta: BPK, 1993.
Hakh, Samuel
Benyamin. Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil-injil Sinoptik. Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
Henry, Matthew. Tafsiran
Matthew Henry Injil Matius 15-28. Surabaya:
Momentum, 2008.
Ladd, George
Eldon. Injil Kerajaan. Malang:
Gandum Mas.
Legg,
John. The King and His Kingdom. New
York: Evangelical Press, 2004.
Marshall, I.
Howard. New Testament Teology. USA:
InterVarsity Press, 2004.
Morris,
Leon. Teologi Perjanjian Baru. Malang:
Gandum Mas, 2001.
Pasaribu,
Marulak. Eksposisi Injil Sinoptik. Malang:
Gandum Mas, 2005.
Santoso, David Iman. Theologi
Matius: Intisari dan Aplikasinya.
Malang: SAAT, 2009.
Stassen, Glen H. & David P. Gushee, Etika Kerajaan: Mengikut Yesus Dalam Konteks
Masa Kini. Surabaya: Momentum, 2008.
Sutanto, Hasan.
Perjanjian Baru Interlinear
Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru. Jakarta: LAI, 2004.
Thielman,
Frank. Theology of the New Testament. Michigan:
Zondervan, 2005.
[1]
Hasan Sutanto, Perjanjian Baru
Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru (Jakarta: LAI,
2004), 182.
[2]
George Eldon Ladd, Injil Kerajaan
(Malang: Gandum Mas, 1994), 7.
[3]
Georgia Harkness, Understanding the Kingdom of God: Chapter 1.Where We Stand, tersedia di
http://www.religion-online.org/showchapter.asp?title=577&C=737, diakses
tanggal 25 Januari 2013.
[4]
Glen H. Stassen & David P. Gushee, Etika
Kerajaan: Mengikut Yesus Dalam Konteks Masa Kini (Surabaya: Momentum,
2008), 4.
[5]
George Eldon Ladd, Idem, 24-25.
[6]
Ibid, 16.
[7]
Kingdom of God, , tersedia di http://www.theopedia.com/Kingdom_of_God,
diakses tanggal 27 Januari 2013.
[8]
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3
(Jakarta: BPK, 1993), 26.
[9]
Hasan Sutanto, Idem, 9.
[10]
D.A. Carson, The Sermon on the Mount
(UK: The Paternoster Press, 2000), 13.
[11]
David Iman Santoso, Theologi Matius:
Intisari dan Aplikasinya (Malang: SAAT, 2009), 144.
[12]
George Eldon Ladd, Idem, 55.
[13]
Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru (Malang:
Gandum Mas, 2001), 174-175.
[14]
John Legg, The King and His Kingdom (New
York: Evangelical Press, 2004), 41.
[15]
Leon Morris, Idem, 180.
[16]
George Eldon Ladd, Idem, 67.
[17]
Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry
Injil Matius 15-28 (Surabaya: Momentum, 2008), 1220.
[18]
Matthew Henry, Idem, 1213.
[19]
Hasan Sutanto, Idem, 182.
[20]
Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan Tentang
Yesus Menurut Injil-injil Sinoptik (Bandung: Jurnal Info Media, 2007),
24-25.
[21]
Hasan Sutanto, Idem, 182.
[22]
Samuel Benyamin Hakh, Idem, 25-26.
[23]
Ibid, 29.
[24]
I. Howard Marshall, New Testament Teology
(USA: InterVarsity Press, 2004), 130.
[25]
Samuel Benyamin Hakh, Idem, 53.
[26]
George Eldon Ladd, Idem, 18.
[27]
Samuel Benyamin Hakh, Idem, 53.
[28]
I. Howard Marshall, New Testament Teology
(USA: InterVarsity Press, 2004), 96.
[29]
Ibid, 129-130.
[30]
Marulak Pasaribu, Eksposisi Injil
Sinoptik (Malang: Gandum Mas, 2005), 149.
[31]
Leon Morris, Idem, 174.
[32]
George Eldon Ladd, Idem, 56.
[33]
George Eldon Ladd, Idem, 29.
[34]
Frank Thielman, Theology of the New
Testament (Michigan: Zondervan, 2005), 176.
[35]
George Eldon Ladd, Idem, 115.
[36]
I. Howard Marshall, Idem, 97.
[37]
Ibid, 87.
[38]
Donald Guthrie, Idem, 22.
[39]
George Eldon Ladd, Idem, 131-143.
[40]
Samuel Benyamin Hakh, Idem, 49.
[41]
George Eldon Ladd, Idem, 117.
[42]
John Legg, Idem, 58.
[43]
I. Howard Marshall, Idem, 91.
[44]
George Eldon Ladd, Idem, 151.